WISATA BAWEAN, KENALI KEMUDIAN “TAWARKAN”
Oleh Ahmad Nurcholish
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang Pemerhati asal Bawean
Awal tahun 2015 Sempat terjadi hypes setelah dua presenter dari salah satu station televisi dalam programnya yang berjudul my trip my advanture mengambil lokasi syuting di pulau bawean, banyak orang yang menonton menjadi penasaran akan pulau kecil mungil yang belum di kenal tersebut, banyak pengunjung yang sebagian besar kalangan muda berasal dari kota besar seperti Jakarta dan Surabaya ‘capek-capek’ datang kepulau tersebut, naik kapal yang diterjang ombak (waktu itu pesawat udara belum beroperasi) hanya untuk melihat Bawean, mereka ke sana agar bisa melihat Bawean bukan untuk melihat Bali atau Lombok.
Dalam dunia pariwisata harus ada keunikan yang bisa dijadikan branding untuk memikat para wisatawan misalnya Jogjakarta identik dengan wisata budayanya, Bali dengan alam dan budaya Bali yang unik, Lombok dengan konsep halal tourism-nya. Nah, bawean tidak perlu menjadi imitasi itu semua, tidak perlu bawean meniru bali, tidak perlu bawean menjadi seperti lombok. Bawean harus menjadi bawean sendiri. Bagaimana mejadi bawean sendiri ? harus mengenali diri sendiri, kalau sudah kenal dirinya baru memperkenalkan ke dunia luar. Bawean bukanlah kota urban atau metropolitan, kalau wisata bawean di konsep meniru gaya kota maka orang akan ‘bosan’ karena kalau untuk berwisata seperti itu orang akan memilih ‘mendingan’ langsung ke jakarta atau ke singapore, kalau konsep yang ditawarkan meniru Bali maka orang pun berpikiran mending langsung pergi ke bali, begitu juga kalau meniru lombok orang akan berpikir juga lebih baik langsung pergi ke Lombok.
Sebenarnya apa yang menjadi motivasi para wisatawan untuk bepergian? Pertanyaan ini penting untuk mengetahui keinginan wisatawan agar kalau mereka berkunjung ke bawean tidak merasa kecewa sehingga suatu saat mereka ingin kembali ke bawean. Gray ( dalam Ross, 1998:29) mengemukakan bahwa pada dasarnya terdapat dua motivasi orang untuk berwisata (wisatawan), yang pertama, keinginan bertualang (wanderlust), keingan untuk menukar yang diketahui dengan yang tidak di ketahui, meninggalkan semua yang sudah dikenal dan pergi serta melihat tempat, orang dan budaya yang berbeda-beda atau peninggalan masa lalu di tempat-tempat yang terkenal dengan bangunan-bangunan bersejarah atau yang ada kaitannya dengan sejarah atau dengan gaya dan sumbangannya pada kehidupan masyarakat. Yang kedua, keinginan mendapat sinar matahari (sunlust), sejenis perjalanan yang tergantung pada adanya tempat yang menyenangkan yang lebih baik ditempat lain untuk tujuan tertentu daripada ditempat tinggal; tempat itu menonjolkan kegiatan-kegiatan tertentu seperti olahraga, memang benar-benar dengan tujuan mencari sinar matahari. Mill (1990:43) mengatakan motivasi orang untuk berwisata disebabkan oleh beberapa hal seperti kebutuhan fisik, keamanan dan kebersamaan. Orang yang berbeda dengan kondisi yang berbeda akan mencari cara yang berbeda pula dalam mengekspresikan diri, bisa saja seorang eksekutif yang terbiasa dengan kehidupan padat dan rutinitas kantor akan mencari cara untuk berlibur diri dengan pergi ke hutan belantara, bisa juga orang yang berwisata untuk melakukan kilas balik perjalanan leluhur mereka dalam hal ini Mill menyebutnya sebagai pariwisata etnik.
Agar bawean menjadi dirinya sendiri, harus memahami jenis pariwisata apa yang ada dalam dirinya sehingga mempunyai karakter yang punya daya jual. Pendit (2006:37) membagi beberapa jenis pariwisata kedalam 15 jenis wisata, yaitu : wisata budaya, wisata kesehatan, wisata olahraga, wisata komersial, wisata industri, wisata politik, wisata konvensi, wisata sosial, wisata pertanian, wisata maritim atau bahari, wisata cagar alam, wisata buru, wisata pilgrim , wisata bulan madu, dan wisata petualangan. Diantara 15 jenis wisata tersebut, menurut penulis yang paling cocok dengan kondisi bawean yaitu wisata maritim/bahari, wisata cagar alam dan wisata pilgrim.
Wisata maritim/bahari, jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olaharaga air, lebih-lebih di danau, bengawan, pantai, teluk atau laut lepas seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi berselancar, balapan mendayung, berkeliling meilhat-lihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta berbagai rekreasi perairan yang banyak di lakukan di daerah-daerah atau negara-negara maritim di lautan karibia, hawai, tahiti, fiji dan sebagainya. Jenis wisata ini disebut pula wisata tirta. Kalau kita kaitkan dengan wisata bahari di bawean sepertinya pemerintah gresik sudah menyadari akan ini dengan di adakannya kegiatan lomba Indonesia Maritime Challenge 2016 untuk yang kedua kalinya, diharapkan dengan adanya kegiatan ini taman wisata bahari di bawean semakin banyak menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke pulau bawean.
Yang kedua Wisata Cagar Alam, di pulau bawean danau kastoba sekitarnya merupakan kawasan suaka marga satwa cagar alam yang berada di bawah naungan BBKSDA Jawa timur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ‘keademan’ telaga kastoba, keindahan panorama dari pulau sabu, sensasi trekking menuju danau kastoba menjadi daya tarik bagi wisatwan yang menyukai minat khusus. Wisata cagar alam ini banyak dilakukan oleh para penggemar dan pecinta alam dalam kaitannya dengan kegemaran memotret binatang atau marga satwa, terlebih lagi di bawean terdapat fauna endemik seperti rusa bawean, babi kutil dan elang bawean yang tentunya menarik bagi para wisatawan yang ingin merasakan hidup di alam bebas dan melihat langsung satwa endemik di alam liar. Wisata cagar alam banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang dan marga satwa yang langka serta tumbuh-tumbuhan yang jarang terdapat di tempat-tempat lain. Pengertian yang hampir serupa dengan wisata cagar alam yaitu ekowisata yaitu perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal. ( World Conservation Union )
Yang ketiga, wisata pilgrim. Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat- istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata pilgrim banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat-tempat suci, ke makam keramat, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat. Di bawean banyak terdapat makam keramat atau makam yang dijadikan legende seperti dua makam panjang di desa tanjung anyar (tinggen), maupun makam para wali lainnya seperti makam waliyah zainab, jujuk tampo, umar masud, purbo negoro, jujuk campa dan sebagainya. Tinggal bagaimana cara mengemasnya menjadi lebih menarik dan sakral seperti tur wali songo.
Selain ketiga jenis wisata tersebut, wisata budaya juga potensial untuk ‘ditampilkan’ walaupun itu hanya sebatas frontstage culture dengan mengangkat kembali simbol-simbol budaya kona seperti bentuk dhurung(gazebo) yang bisa dibuatkan monumen atau dijadikan sebagai bentuk pintu gerbang bandara Harun Thohir sebagaimana Bandara International Lombok yang modelnya menyerupai brugak (gazebu, sejenis dhurung bawean yang berfungsi untuk menyimpan padi) maupun di tempat-tempat wisata, bisa juga model rumah yang perlu dibuatkan miniaturnya atau patungnya sebagai emblematic building sehingga wisatawan mengerti tentang kehidupan Bawean zaman lambek.
Pariwisata mempunyai dampak langsung dengan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dengan terciptanya multiplier effect sebagaimana diungkapkan oleh Harry G. Clement (dalam Youti,1997:76) bahwa setiap dolar yang dibelanjakan wisatawan pada suatu daerah tempat wisata akan mendorong kegiatan ekonomi di daerah yang dikunjungi tersebut. Dalam artian setiap uang yang dibelanjakan wisatawan pada kawasan wisata tersebut, telah mempengaruhi perekonomian di kawasan yang bersangkutan. Semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke bawean maka semakin banyak terjadinya perputaran uang di pulau bawean dan ini akan berdampak kepada munculnya lapangan usaha baru seperti: usaha perhotelan/homestay, restoran, biro perjalanan, cenderamata, dsb. Untuk menjadikan bawean sebagai destinasi wisata alternatif bagi para wisatawan, kita sebagai warga bawean masih mempunyai tugas rumah seperti permasalahan sampah yang belum terpecahkan, perusakan terumbu karang yang masih terjadi, dsb.
Daftar pustaka
Mill, Robert Christie, 1990. Tourism: The International Business.Singapore: Prentice-Hall, INC
Pendit, Nyoman S, 2006. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengatar Perdana (Edisi Revisi). Jakarta: Pradnya Paramita
Ross, Glenn F, 1998. Psikologi Pariwisata. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
Yoeti, H Oka A, 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita